CINTAKU TENGGELAM DIUFUK BARAT
By
: Nurasmah
XII
IPS AL HAADI
”
Pada langit yang semakin gelap kutawarkan
secercah harapan pada dia yang terkasih, jagalah ia dalam kebahagiaan dan
kehidupan yang pasti menaunginya. Aku hanya dapat berdoa bahwasanya dia akan behagia walau tak
bersamaku lagi. Pada langit senjaku yang menjadi lambang kepasrahan dan
keikhlasanku melepas dia sang terkasih”
.........
Hujan semalam membuat kenangan yang
paling indah. Karena diwaktu pagi muncullah mentari diufuk timur, yah itulah
mentari dengan sejuta kehangatan yang ditebarkannya. Inilah aku Embun pagi yang
terbangun dengan cantik dibalik selimut hangatku, menatap jendela yang ditembus
oleh halusnya sang surya pagi. Layaknya menyapa dengan mengucapkan selamat pagi.
Namaku Embun, Embun Zivanatul Syifa.
Dengan postur tubuh tinggi, berkulit sawo matang, rambut sebahu dan memiliki
mata yang bulat. Memiliki cita-cita sebagai seorang polwan. Yah, seorang polwan
aku ingin megikuti jejak saudara laki-lakiku jika dirinya tidak bisa menjadi
seorang polisi maka akulah yang akan menggantikannya. Banyak yang mengatakan
aku adalah orang yang sangat tomboi namun, bagi orang yang belum kenal dekat
denganku maka mereka belum tau siapa diriku yang sebenarnya.
Hari ini dengan semangat aku turun
dari tempat tidurku dan bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah,
karena hari ini merupakan hari terakhir ujian nasionalku. Waktu sudah
menunjukkan pukul 07.30, aku sedang menunggu seseorang didepan rumahku seperti
biasa seorang itu pasti akan terlambat lagi menjemputku dengan alasan yang
pasti sama lagi. Dengan alasan jam wekernya rusak lagi, alasan yang sama tiap
hari yang kudapatkan. Hampir 10 menit aku menunggu tapi ia tak kunjung datang,
aku sudah sedikit jengkel tapi aku tetap bersabar dan aku mendengar suara motor
yang tidak asing lagi dipendengaranku. Yah, aku tidak salah lagi itu memang
suara motornya.
Seorang cowok berpostur tinggi
kurang lebih 184 cm dan berpenampilan menarik memiliki wajah yang baby face, memiliki lesung pipi yang
menarik perhatianku ketika ia tersenyum. Dia adalah Adrian Sutama Putra yang
akrab dipanggil Rian.
“Hay...
Sayang !!!! sapa Rian dengan senyum khasnya yang menampakkan kedua lesung
pipinya.
“Ehem,
terlambat lagi... jam wekernya rusak lagi ? ini udah jam berapa ntar kita
terlambat lagi masuk ujiannya.
“Maaf
tuan putri, ya udah nggak usah bawel lagi. Cepet naik.
Akupun
langsung naik kemotornya tanpa berkata apapun lagi. kami sudah menjalin
hubungan selama dua tahun lebih. Hal yang tidak kusangka sebelumnya bisa
berpacaran dengan seorang Rian, cowok populer disekolahku SMA 1 Duampanua.
Siapa yang tidak kenal dia seorang Ketua osis dua periode, Capten basket, dan Putra dari seorang perwira TNI Angkatan Darat
yang sekarang sedang ditempatkan di Jakarta. Banyak hal dari dirinya yang
membuatku merasa minder, karena apa
yang ada di dirinya adalah kelebihan yang tidak aku punyai.
Setiap
aku bertanya mengapa kamu menyukaiku? Dia hanya menjawab dengan sederhana” kamu
berbeda”. Hal itulah yang kusukai dari seorang Rian berkata dengan sederhana
namun bermakna. Perjalanan kisah kami sudah terlalu banyak hingga tinta pun
tidak mampu untuk menuliskan semuanya. Banyak cerita, baik suka maupun duka
yang sudah kami lewati berdua. Walaupun aku adalah seorang cewek yang tomboi
namun aku juga punya sisi kelembutan dan setia terhadap suatu persahabatan.
Mengenai persahabatan, aku adalah orang yang mudah bergaul begitu juga
kekasihku Rian. Kami berdua memiliki kesamaan hampir disetiap kegemaran. Rian
adalah orang yang mudah bergaul oleh siapapun tanpa memandang dari kalangan apa
ia berasal. Jadi, teman Rian merupakan temanku juga. Begitula kami memandang
kehidupan yang penting easy going dan enak untuk dijalani bersama.
Setelah
beberapa menit diatas motor akhirnya sampai juga disekolah tercintaku. Sekolah
yang mempertemukan aku dengan Rian. Sekolah negeri yang memiliki bangunan yang
sudah tua yang sebagian dari gedung sekolah direnovasi karena tidak layak lagi
untuk digunakan. Aku heran kenapa seorang Adrian Sutama Putra mau sekolah
ditempat seperti ini, padahal dari segi ekonomi Rian orang yang mampu bisa
sekolah ditempat yang lebih mahal. Dan tiap kali aku bertanya ke Rian pasti dia
akan menjawab sekolah dimanapun itu tetap sama katanya. Didepan gerbang
sekolahku, saat ini aku sudah ditunggu oleh teman-temanku seperti biasa mereka
pasti akan khawatir kepadaku. Padahal percuma saja kalau aku sudah sabuk biru
karate tapi tetap saja dikhawatirkan.
Inilah
teman-temanku yang selalu setia bersamaku pada saat susah dan senang.
“Eh
nona Embun, masih telat terus kapan on
timenya?” tanya Elsa
“Maaf nona Elsa Beuty, seperti biasa
tukang ojekku telat lagi!” jawabku
Yang
lainnya hanya cengar-cengir tidak karuan. Dan si tukang ojek yang kubilang
tadi, pasrah-pasrah saja menghadapi sikapku yang lagi ngedumel seperti ini.
“Sabar
yah Rian, Mis. Alex alias Embun sedang merajuk tuh makanya sekarang ngedumel
nggak jelas kayak sekarang katanya anak karate tapi sayangnya suka ngedumel
sama pacarnya”. Tambah Yayu.
“
hehehehhehhe udah biasalah, yang penting
tetap sayang kok akunya sama dia”.
Balas Rian.
“cieciecieeeeeeee”.
Sahut Yayu, Elsa, Armi dan Ulan hampir bersamaan.
Ini dia sahabatku yang paling
perhatian diantara ketiga sahabatku lainnya namanya Elsa Dewina, orangnya manis
dan baik selalu perhatian dengan sahabat-sahabatnya. Temanku yang lainnya
bernama Armi, Ulan, dan yayu. Kami lima bersahabat sejak SMP kami selalu
memutuskan untuk melanjutkan sekolah ditempat yang sama dengan alasan tidak
ingin pisah. Kami berlima berbeda kelas kalau aku kelas dua belas IPA2 bersama
dengan Elsa. Armi dan Ulan dua belas IPA3, serta Yayu dua belas IPA1 sekelas
dengan Rian. Tapi, setiap jam istirahat kami selalu bersama begitu juga dengan
Rian tidak heran jika teman Rian menjadi kekasih dari sahabatku contohnya Elsa.
Belpun berbunyi, pertanda bahwa
ujian akan segera dilaksanakan. Aku berserta sahabatku dan Rian bergegas
keruangan yang sudah ditentukan. Dua jam sudah berlalu tinggal menunggu hasil
akhirnya saja. Aku dan Rian memutuskan untuk langsung pulang kerumah untuk
beristirahat karena sorenya aku dan Rian ingin keluar kesuatu tempat kesukaan
kami. Sore itu, Aku dan Rian sudah
berada dipantai serang menunggu langit senja yang Rian sukai. Awalnya Aku tidak
suka senja karena menurutku buang-buang waktu saja tapi setelah bersama dengan
Rian aku menyukainya dan sangat menyukainya. Setiap kegalauanku, aku selalu
menyempatkan diriku untuk kesini menenangkan diri setelah kepergian ayahanda
tercinta.
Dipantai serang ini terdapat
jembatan kayu yang sudah tua dan disekitarnya terdapat hamparan laut serta
tembakau yang hijau. Dari jembatan ini kita dapat melihat gunung dari kejauhan
serta area persawahan para penduduk sentuhan kehijauan dan kesejukan dapat kita
rasakan ketika hembusan angin halus yang tertiup. Dan ketika itu pula, Rian
mengatakan segala sesuatu yang ingin dia katakan. Mengatakan hal-hal yang
berbau romantisme, Aku hanya bisa membalas dengan anggukan kepalaku menandakan
kesetujuanku terhadap perkataan Rian kepadaku. Semua akan indah jika aku bersama
Rian dan Aku berpikir bahwa hubungan kami akan mengarah pada keseriusan kami
berdua. Walaupun, banyak yang aku pikirkan saat itu Aku bisa bersanding dengan
seorang seperti Rian adalah nyata atau hanya alam mimpiku saja. Aku dan Rian
sangatlah berbeda amat berbeda, Aku dengan Rian bagaikan langit dan bumi yang
tidak akan pernah bersatu sekeras apapun usahanya. Namun, Rian selalu meyakinkan
diriku kalau itu semua adalah perasaanku saja yang sedang kebingungan.
.......
Hari pengumuman kelulusanpun
akhirnya tiba, hal yang menjadi penentu perjuangan kita selama tiga tahun
bersekolah dan akan menyandang status mahasiswa tapi tidak bagiku karena
setelah lulus aku akan mendaftarkan diriku sebagai seorang polwan betul sebagai
seorang polwan. Acara penamatan sudah dimulai, aku duduk dibarisan paling depan
bersama dengan keempat sahabatku menunggu hasil yang keluar dan pengumuman
sepuluh siswa siswi terbaik. Dan hal-hal yang ditunggu akhirnya tiba pengumuman
kelulusan dan siswa siswi terbaik, Yayu dan Elsa masuk sepuluh besar terbaik
kami berlima langsung bersorak kegirangan begitu pula dengan Rian beserta
teman-temannya dan siswa siswi SMA 1 Duampanua akhirnya dinyatakan lulus
seratus persen. Ijazah sudah ada ditangan tinggal kita menetukan nasib kita
selanjutnya.
“Hari terulangnya kembali kenangan
Hari yang menceritakan sejarah
Mengawali dengan cinta....
Jalani dengan kasih.....
Akhiri dengan sayang....”
Dalam kegembiraan, Aku sempat
khawatir dengan hubunganku bersama Rian. Setelah lulus pastinya kami akan
memilih jalan kesuksesan kita sendiri, Rian akan melanjutkan kuliahnya
difakultas kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Walaupun, akses kami
untuk bertemu dekat namun pasti jarang ada waktu untuk bertemu karena
disibukkan dengan urusan masing-masing. Sekuat mungkin prasangka itu aku
hilangkan karena takut itu hanya akan menjadi beban pikiran diriku dan Rian.
Seiring berjalannya waktu sudah enam
bulan berlalu dan selama enam bulan itu juga komunikasiku dengan Rian tetap
berjalan. Rian sudah menjadi mahasiswa sekarang dan difakultas yang ia inginkan
sedangkan diriku masih menunggu pemanggilan tes selanjutnya dan ini merupakan
tes terakhirku untuk menjadi seorang polwan. Tinggal satu tes lagi dan ini
membuatku semakin bersemangat untuk mencapai itu semua. Para sahabatku juga
sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan yaitu menjadi seorang mahasiswa.
Elsa menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Makassar fakultas biologi
pendidikan, Armi juga kuliah ditempat yang sama dengan Elsa namun berbeda
jurusan. Armi jurusan bahasa inggris pendidkan begitu pula dengan Ulan mereka
dijurusan yang sama. Dan sahabatku yang terakhir Yayu dia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta Universitas Gadjah
Mada jurusan managemen. Diantara kami berlima Yayulah yang otaknya lebih encer,
Aku juga heran kenapa bisa padahal kami berlima sering belajar bareng sewaktu
SMA.
Kenangan kemarin sungguh
menyenangkan jika diingat dan mengingat sang kekasih pujaan hatiku. Aku rindu
bersama bintang yang tak dapat lagi kulihat sinarnya ketikaku direngkuk oleh
permasalahan duniawi. Setelah beberapa minggu menunggu dan telah melakukan
segala rangkaian tes masuk polwan sudah kujalani akhirnya hari ini aku
mendapatkan kepastian tentang kelulusanku. Aku berlari disepanjang koridor
asrama Polda Sulsel menuju papan informasi yang sudah ditempelkan hasil
kelulusan. Setelah sampai, aku langsung menyerobot para kerumunan para siswa
yang ingin melihat nama mereka terpampang atau tidak dikertas tersebut.
Perjuangan yang begitu melelahkan karena harus melewati ratusan siswa yang
memiliki cita-cita seperti diriku, tapi aku tetap ingin menerobos kerumunan
tersebut dan akhirnya aku sudah sampai kepapan informasi tersebut. Aku mencari
namaku didaftar tersebut dan akhirnya aku mendapatkan namaku terus aku melihat
deret kesamping untuk melihat aku lulus atau tidak. Setelah aku mengerak
tanganku kearah kanan dan berhenti aku terkejut tidak percaya melihat kata TIDAK LULUS.
Aku berjalan mundur kebelakang
meninggalkan papan informasi itu dan meninggalkan kerumunan yang semakin lama semakin banyak. Aku memutuskan untuk
langsung pulang kekampung halamanku dikota pinrang kota dimana aku dilahirkan.
Setelah sesampainya dirumah, aku langsung masuk kedalam kamar tanpa
bercengkrama terlebih dahulu dengan sanak saudara yang baru saja datang dari
Samarinda. Melihat sikapku seperti itu ibuku langsung kaget kenapa anaknya
berperilaku tidak sopan begitu.
Ibu mengetuk pintu kamarku yang
sudah kubanting sebelum aku memasuki kamar peraduanku. Dikamar ini aku menangis
sejadi jadinya, aku seperti orang yang sudah tidak memiliki harapan lagi karena
apa yang aku inginkan tidak terwujud. Pengorbananku sia-sia dan aku juga
memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan keinginanku. Aku juga memutuskan untuk
tidak kuliah karena menurutku hanya buang-buang waktu dan biaya lagi, karena
aku juga sudah bosan untuk terikat oleh pendidikan formal. Karena yang aku
pikirkan hanyalah menjadi seorang polwan aku tidak menginginkan apa-apa selain
menjadi seorang polisi wanita. Selama tiga bulan aku mengurung diriku dirumah
tidak ingin melakukan apa-apa, apalagi sampai dilihat orang, aku sudah merasa
kecewa teramat sangat belum bisa menerima ini semua. Dan selama tiga bulan juga
aku tidak pernah berkomunikasi dengan sahabat-sahabatku termasuk Rian. Aku
sengaja menghindari mereka aku malu melihat mereka yang sudah menggapai
keinginan mereka sedangkan aku tidak mendapatkan apa-apa..
Setelah lamanya aku mengurung diri
dirumah, akhirnya aku memutuskan untuk mencari kesibukan entah itu membantu ibu
dan saudara laki-lakiku untuk mengurusi pabrik penggilingan beras. Usaha yang
tetap keluargaku jalankan sepeninggalnya ayahku. Aku membantu mengangkat beras
yang sudah digiling dan mengangkat gabah
padi yang masih gatal. Menjemurnya dipelataran pabrik dengan kaki telanjang
diteriknya matahari dan sampaii hari itu juga aku tidak pernah menghubungi Rian
ataupun sahabat-sahabatku. Walaupun pernah Elsa menelpon dan mengirimkan massage kepadaku, namun aku tidak pernah
membalas ataupun berniat untuk menelponnya. Kabar terakhir yang kudapatkan
bahwa Rian sekarang ditugaskan ke Sorong untuk praktek kedokterannya, aku
sangat merindukan dirinya namun aku tak sanggup, aku malu jika aku harus
bertemu dengan dirinya terutama sahabat-sahabatku.
Dua tahun sudah berlalu aku tetap
sama dengan pekerjaan yang sama pula. Tetap setia dengan pabrik berasku, masih
tetap aku dan saudaraku yang mengurusnya bisa dikatakan bahwa dari pabrik
inilah kami bisa menghidupi kebutuhan keluarga. Selama dua tahun pula aku tak
pernah mengetahui kabar Rian dan sahabat-sahabatku, aku menjadi pribadi
yang tertutup dan jarang mau
bercengkrama dengan orang-orang disekitarku. Ibu dan saudaraku sudah kehilangan
akal untuk membangkitkan kembali semangat dalam kehidupanku dan ketika itu aku
ingat tempat yang bisa membangkitkan kembali semangatku pantai serang. Sore itu
aku memutuskan untuk pergi kepantai serang itu, aku kembali mengingat masa-masa
SMA dahulu. Aku pergi kejembatan ditempat yang menjadi kegemaranku dengan Rian
namun saat ini aku hanya pergi dengan seorang diri hanya seorang diri, tanpa
Rian tanpa siapapun. Dijembatan tua ini menjadi saksi kekecewaanku terhadap
kehidupan dan terhadap ketidakadilan yang menimpaku, dijembatan ini menjadi
saksi kemarahanku. Kuluapkan segala beban yang ada didada tanpa aku sadari, aku
tidak bisa mengendalikan emosiku dan pikiranku saat kalap tidak bisa menguasai
emosi yang tertumpah begitu saja sehingga aku memutuskan untuk menaiki pagar
jembatan dan duduk diatasnya. Dari bawah aku melihat gulungan ombak laut
serang, aku dapat merasakan kekuatan hentakan ombaknya dari getaran yang
ditimbulkan jembatan tua itu. Pikiranku saat itu kacau, penglihatanku kosong dan
pikiranku melayang dan tanpa sadar aku akan menjatuhkan diriku kedalam laut.
Tapi, aku merasa ada yang memegang tubuhku erat sangat erat. Aku hanya bisa
diam dan pandanganku menjadi gelap.
........
Aku terbangun dan melihat
disekelilingku penuh dengan bunga, aku sempat berpikir apakah aku berada
ditaman bunga? Tempat ini sangat indah penuh dengan cahaya putih. Tanpa aku
sadari, aku mengenakan gaun yang indah dan didekat air mancur aku melihat
seorang bapak-bapak berumur sekitar empat puluh tahun keatas sedang duduk
dengan sumringah aku lantas
menghampiri bapak tersebut untu menanyakan jalan pulang kerumah. Betapa
terkejutnya diriku ketika melihat bapak-bapak itu adalah ayahku, aku langsung
memeluk ayahku itu dan kutumpahkan segala emosi yang ada pada diriku dan ketika
itu pula dia meninggalkan aku dengan isak tangis yang teramat sangat. Aku
mengejar ayahku namun tidak bisa, aku kehabisan tenaga utuk mengejar sehingga
aku memutuskan untuk berteriak memanggilnya ayah dan akupun terbangun dari
tidurku teryata semuanya adalah mimpi. Aku melihat sekeliling aku berada
didalam kamarku, aku mencoba mengingat kejadian terakhir aku berada dijembatan
terus mengapa aku bisa berada disini. Ibuku masuk kekamar sambil berlari
beserta dua orang laki-laki yang berbeda usia dan masih banyak yang lainnya.
Ibu duduk disamping tempat tidurku dan memberikan segelas air putih dan seorang
laki-laki mendekatiku secara perlahan.
“Bagaimana
keadaanmu saat ini Embun? Mengapa kamu sampai senekat itu untuk melompat
kelaut? Rian bertanya dengan khawatir.
“aku
tidak ingat, tidak usah dipertanyakan lagi. Aku capek mau istirahat kapan kau
tiba dipinrang? Tanyaku acuh.
“kemarin
aku tiba, aku sengaja tidak ingin memberitahukanmu karena ingin memberikan
kejutan buatmu”.
“Terus,
kenapa kau bisa tau kalau aku ada dipantai?”
“aku
datang kerumahmu, dan ibumu bilang kamu ada dipantai jadi aku langsung
menyusulmu. Dan sesampainya aku disana, aku melihat kau menaiki pagar jembatan
aku kalut dan langsung menarikmu dan kaupun pingsan”. Terang Rian
Hal
yang tak kuduga Rian datang ketika aku sedang dalam kegaluanku. Malu aku
melihat dirinya yang saat ini terlihat
dekat dan sangat dekat dengan diriku. Aku mengira dua tahun ini aku tidak akan
bisa menemuinya lagi dengan kondisiku saat ini, seorang wanita yang tidak dapat
meraih cita-citanya dan hanya bekerja meneruskan usaha orang tua yaitu usaha
pabrik. Aku merasa tak lagi pantas untuk menjalin hubungan dengan Rian, aku
dengan dirinya bagaikan langit dan bumi yang tidak akan pernah menyatu.
“kapan
kau akan kembali ke Sorong?” tanyaku dingin.
“aku
sudah selesai di Sorong seminggu lagi aku akan ke jogja, disana aku akan
praktek tugas kuliahku lagi. Aku kesini karena merindukanmu dan
mengkhawatirkanmu, setiap kali aku menghubungimu tidak pernah kau angkat,
setiap kali aku mengirimkanmu pesan tapi tidak pernah sedikitpun kau
membalasnya. Apakah kamu sengaja menghindari aku? Ada apa sebenarnya Embun?”
tanya Rian dengan mata nanarnya.
“tidak
ada apa-apa Rian, aku hanya ingin menyendiri”.
“apa?
ingin menyendiri katamu? Tidak mungkin selama dua tahun kau ingin menyendiri,
kau hanya berbohong Embun. Aku tahu semuanya Embun. Kau sengaja menghindari aku
dan keempat sahabatmu. Ada apa denganmu?
Aku
tidak menjawab semua pertanyaan Rian. Aku hanya diam aku takut jika dia tahu
kalau aku memang sengaja untuk menghindari mereka. Dia menceritakan semuanya
kejadian yang telah menimpaku. Mulai dari tidak lulusnya diriku dikapolda
sampai kehidupanku saat ini yang kusebut dengan antah berantah yang tak tentu
arahnya. Setalah malam itu, aku kembali menutup diri kepada semua orang. Dan
malam itu, aku tidak tahu apakah aku masih mencintai Rian atau tidak karena
bagiku dia sudah tidak mendukungku lagi. Tidak berdiri dibelakangku lagi, tapi
setelah malam itu juga Rian masih tetap datang dan terus datang hingga hari
itupun tiba. Dia akan ke yogyakarta untuk melanjutkan tugas kuliahnya dan akan
lama aku menuggunya kembali.
......
Aku
bingung tentang hubunganku dengan Embun, kemana aku harus mencurahkan segala
rasa ini. Aku sekarang sudah di Jogja tapi pikiranku selalu ke Embun. Aku duduk
terdiam diatas mobil bus sambil melihat keluar jendela, melihat keramaian jogja
yang merupakan gambaran negeri sakura Jepang yang bersih. Sejenak aku terdiam agak
lama, aku mengambil ponsel disaku celanaku dan memeriksa menu kontak mencari
nama yang tidak asing lagi. Akhirnya aku dapatkan nama itu, Yayu dia mungkin
akan tahu caranya untuk memahami sikap Embun karena diantara lima bersahabat Yayulah
yang cukup dewasa menanggapi sikap para sahabatnya yang terkadang seperti anak
kecil. Aku menekan tombol call pangilanku
masuk, setelah beberapa detik akhirnya aku mendengar suara diseberang sana.
Suara yang lembut khas dengan logat Jawa yang sopan, aku kaget dengan perubahan Yayu logat
Bugisnya sudah tertutupi.
“hallo,
Assalamualaikum !
“waalaikum
salam ! jawabku terbata.
“iya
dengan siapa ? tanya yayu
“
heheheeh ternyata kamu sudah lupa denganku yayu” jawabku lagi
“oh...
ternyata Mr. Populer yah? Mana mungkin bisa aku lupa denganmu Rian apa kabar ?
“baik,
oh iya Yayu aku sekarang ada di Jogja bisa ketemu tidak ada yang ingin
kubicarakan.” Akuku terus terang.
“oh
iya bisa kapan? Tentang apa sepertinya penting sekali? Tanyanya penasaran
“tentang
Embun”.
Setelah
mendengar nama Embun, Yayu langsung mengiyakan semua ajakanku untuk bertemu dan
berbicara. Setelah sampai di hotel, aku langsung meminta izin ke seniorku untuk
keluar bertemu dengan sahabat lama perizinanku diterima. Selama tiga puluh
menit, aku menunggu Yayu di sebuah cafe
dan seseorang yang ditunggupun akhirnya datang juga. Ternyata Yayu banyak
berubah sudah memakai jilbab dan wajahnya masih saja tampak manis tapi tidak
semanis Embunku. Yayu juga sudah berjilbab rupanya, ternyata wanita muslim itu
cantik jika mengenakan hijab mereka beda dengan wanita yang nonmuslim jarang
yang kudapatkan cantik secara alamiah. Walaupun, aku bukan beragama islam tapi
pengetahuanku tentang islam cukup banyak karena Embun dan teman semasa SMAku
selalu memberikan pengetahuan tentang islam kepadaku yang jarang ku ketahui
selain agama kristiani contohnya saja mengucapkan salam dan menjawab salam
orang islam seperti yang kulakukan tadi.
Setelah
dua jam lamanya aku menceritakan tentang Embun kepada Yayu. Yayu sangat kaget
dengan ceritaku. Yayu memberikan semua nasehat atau wejangan kepadaku untuk
tetap sabar dan bersikap ikhlas serta selalu mengerti keadaan Embunku itu.
Setelah pertemuan pertamaku dengan Yayu, kamipun sering bertemu untuk sekedar
bertukar cerita karena aku di Jogja sekitar sebulan lebih lamanya. Bicara dengan
Yayu sungguh nyaman orangnya dewasa sekali, beruntunglah kekasihnya mendapat
sesosok perempuan seperti Yayu. Sempat aku mengutarakan niatku untuk melamar
Embun dan meminta saran kepada Yayu. Yayu agak sedikit kaget dengan
pernyataanku itu, dia mengatakan aku harus menjadi seorang Muallaf jika ingin
menikahi Embun yang beragama Islam karena pernikahanku tidak sah dimata
Tuhannya mereka. Tapi, tidak semudah itu bagiku melepaskan agamaku dan
berpindah keagama lain. Apakah ini pertanda bahwa aku dan Embun tidak dapat
bersatu. Tapi aku hilangkan prasangka buruk itu dan tetap terus membayangkan
masa depanku bersama Embun. Selama tugasku di Jogja, Embun masih susah untuk
aku hubungi.
Sebulan
berlalu, aku akan meninggalkan Kota Pelajar ini. Akupun berpamitan dengan Yayu.
Sungguh bahagia melihat Yayu dengan kekasihnya selalu akur dan saling
mendewasakan satu sama lainnya. Aku akan kembali ke Makassar untuk membuat
laporan pengamatanku selama sebulan di Jogja dan pastinya tidak jauh-jauh dari
ilmu kesehatan. Setelah sampai, akupun beristirahat di rumah kontrakanku yang
tidak jauh dari kampusku baru beberapa menit aku merebahkan diri di kasur usang
namun tetap nyaman bagiku. Aku mendapatkan sebuah SMS dari seseorang yang aku
sayangi yaitu Embun.
Rian, apa kabar ? Aku
minta maaf karena tidak pernah membalas telepon ataupun message darimu karena aku sedang memperbaiki
semuanya dari awal. Aku ingin seperti dulu lagi tapi dengan Embun yang berbeda.
Aku ingin bertemu denganmu, kapan kau bisa kekampung?
Setelah
mendapat pesan itu akupun langsung gembira dan akupun membalasnya.
Iya sayang, untuk
dirimu aku pulang kekampung karena aku juga sudah merindukan dirimu. Dimana
kita akan bertemu?
Setelah
beberapa menit menunggu akhirnya balasan dari Embunpun tiba. Dia ingin kalau
aku bertemu dengannya di tempat kegemaran kami yaitu pantai serang. Aku lantas
mengiyakan keinginannya. Setelah komunikasi lewat pesan singkat itu, apa yang
harus ku bicarakan dengan Embun ketika bertemu nanti. Aku sekarang berdiri
tegak diatas jembatan tua yang selalu menjadi tempat favotitku dengan Embun.
Lima belas menit aku menuggu akhirnya orang yang kusayang datang, tapi dengan
raut wajah yang murung. Aku menyambutnya dengan senyum sumringahku aku sempat ingin memeluknya tapi dia mendorongku seketika
itu juga. Aku heran apa yang terjadi dengan Embun.
“
maaf Rian kita harus mengakhri hubugan kita”. Katanya dengan suara lirih
“maksud
kamu apa Embun”? jawabku bingung
“kita
harus putus”.
“tapi
kenapa? Apa yang salah dariku?
“kita
tidak bisa bersatu. Aku denganmu berbeda Rian”.
“apakah
masalah agama yang kau permasalahkan?”
“keluarga
tidak setuju dengan hubungan kita, mereka kira selama ini kita hanya sebatas
sahabat tidak lebih.”
“tapi,
aku ingin hidup denganmu aku ingin melamarmu Embun. aku akan menjadi muallaf kalau
kau inginkan saat ini juga.”
“maaf
Rian urungkan niatmu untuk melamarku”.
“tapi
kenapa? Berikan kepadaku alasan yang logis agar aku dapat menerimanya”.
“aku
akan menikah besok Rian, dan aku ingin kau datang melihat pernikahanku. Aku sudah
dilamar orang lain dan orang tuaku menerimanya akupun setuju.”
Mendengar
itu semua, aku bagaikan disambar petir seketika. Hatiku remuk bagaikan pedang
yang menghujamku secara bertubu-tubi mencekoki seluruh raga. Aku hanya diam
tanpa kata dan Embunpun meninggalkanku untuk selamanya. Langit jingga itu yang
menjadi saksi kehancuran perasaanku seketika itu juga. Cintaku tenggelam diufuk
barat, dan besok menjadi pagi yang akan membahagiakan untuk Embun. Aku
memutuskan untuk menghadiri pernikahannya Embun aku melihat Embun sangat
bahagia dari kejauhan. Dia cantik sekali dengan busana Jawanya. Aku naik
kesinggasananya Embun dan berjabat tangan dengan mempelai prianya setelah itu
aku berjabat tangan dengan Embun. Aku menatap Embun dengan lirih tapi aku tetap
memberikan senyuman terakhir. Aku melangkah dengan tenang melewati Embun tak
terasa peluhpun menetes di kedua pipiku, aku mengusapnya agar tidak terlihat
oleh siapapun yang hadir dipesta pernikahan Embun. Disana aku melihat banyak
sahabatku waktu jaman SMA dulu, mereka semua menepuk pundakku tanda memberikan
semangat bagiku. Aku duduk diantara mereka sambil melihat diatas baruga
pelaminan Embun dan suaminya sangat cantik dia terlihat hari ini tapi sayang
dia bukan milikku secara nyata.
Sore
ini aku diatas jembatan yang telah tua memandang jauh ke hamparan birunya laut
dan birunya langit dan aku tersadar. Diriku dan Embun sangat jauh berbeda
bagaikan langit dan bumi yang tidak akan pernah bisa untuk disatukan bahkan bumi
inipun menolak perjalanan kisahku dengan Embun. Hari itu aku putuskan beserta
dengan keluargaku untuk tidak menetap dikampung itu lagi. Aku dan keluargaku
memutuskan untuk pindah ke Jakarta menyusul ayahku disana dan memulai semua
dari awal lagi. Memulai dari lingkungan yang baru, tempat kuliah yang baru, dan
kisah cinta yang baru jika Tuhan mengabulkan doaku.
Selamat tinggal
kenangan
Selamat tinggal kebahagiaan
Selamat tinggal
Embun Zivanatul Syifa.
Semoga kau
bahagia dengan dia!
”
Pada langit yang semakin gelap kutawarkan
secercah harapan pada dia yang terkasih, jagalah ia dalam kebahagiaan dan
kehidupan yang pasti menaunginya. Aku hanya dapat berdoa bahwasanya dia akan behagia walau tak
bersamaku lagi. Pada langit senjaku yang menjadi lambang kepasrahan dan
keikhlasanku melepas dia sang terkasih”
THE
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar