Selasa, 21 Januari 2014


CINTAKU TENGGELAM DIUFUK BARAT

By : Nurasmah
XII IPS AL HAADI

Pada langit yang semakin gelap kutawarkan secercah harapan pada dia yang terkasih, jagalah ia dalam kebahagiaan dan kehidupan yang pasti menaunginya. Aku hanya dapat berdoa  bahwasanya dia akan behagia walau tak bersamaku lagi. Pada langit senjaku yang menjadi lambang kepasrahan dan keikhlasanku melepas dia sang terkasih”
.........
            Hujan semalam membuat kenangan yang paling indah. Karena diwaktu pagi muncullah mentari diufuk timur, yah itulah mentari dengan sejuta kehangatan yang ditebarkannya. Inilah aku Embun pagi yang terbangun dengan cantik dibalik selimut hangatku, menatap jendela yang ditembus oleh halusnya sang surya pagi. Layaknya menyapa dengan mengucapkan selamat pagi.
            Namaku Embun, Embun Zivanatul Syifa. Dengan postur tubuh tinggi, berkulit sawo matang, rambut sebahu dan memiliki mata yang bulat. Memiliki cita-cita sebagai seorang polwan. Yah, seorang polwan aku ingin megikuti jejak saudara laki-lakiku jika dirinya tidak bisa menjadi seorang polisi maka akulah yang akan menggantikannya. Banyak yang mengatakan aku adalah orang yang sangat tomboi namun, bagi orang yang belum kenal dekat denganku maka mereka belum tau siapa diriku yang sebenarnya.
            Hari ini dengan semangat aku turun dari tempat tidurku dan bergegas ke kamar mandi untuk bersiap-siap ke sekolah, karena hari ini merupakan hari terakhir ujian nasionalku. Waktu sudah menunjukkan pukul 07.30, aku sedang menunggu seseorang didepan rumahku seperti biasa seorang itu pasti akan terlambat lagi menjemputku dengan alasan yang pasti sama lagi. Dengan alasan jam wekernya rusak lagi, alasan yang sama tiap hari yang kudapatkan. Hampir 10 menit aku menunggu tapi ia tak kunjung datang, aku sudah sedikit jengkel tapi aku tetap bersabar dan aku mendengar suara motor yang tidak asing lagi dipendengaranku. Yah, aku tidak salah lagi itu memang suara motornya.
            Seorang cowok berpostur tinggi kurang lebih 184 cm dan berpenampilan menarik memiliki wajah yang baby face, memiliki lesung pipi yang menarik perhatianku ketika ia tersenyum. Dia adalah Adrian Sutama Putra yang akrab dipanggil Rian.
“Hay... Sayang !!!! sapa Rian dengan senyum khasnya yang menampakkan kedua lesung pipinya.
“Ehem, terlambat lagi... jam wekernya rusak lagi ? ini udah jam berapa ntar kita terlambat lagi masuk ujiannya.
“Maaf tuan putri, ya udah nggak usah bawel lagi. Cepet naik.
Akupun langsung naik kemotornya tanpa berkata apapun lagi. kami sudah menjalin hubungan selama dua tahun lebih. Hal yang tidak kusangka sebelumnya bisa berpacaran dengan seorang Rian, cowok populer disekolahku SMA 1 Duampanua. Siapa yang tidak kenal dia seorang Ketua osis dua periode, Capten basket, dan Putra dari seorang perwira TNI Angkatan Darat yang sekarang sedang ditempatkan di Jakarta. Banyak hal dari dirinya yang membuatku merasa minder, karena apa yang ada di dirinya adalah kelebihan yang tidak aku punyai.
Setiap aku bertanya mengapa kamu menyukaiku? Dia hanya menjawab dengan sederhana” kamu berbeda”. Hal itulah yang kusukai dari seorang Rian berkata dengan sederhana namun bermakna. Perjalanan kisah kami sudah terlalu banyak hingga tinta pun tidak mampu untuk menuliskan semuanya. Banyak cerita, baik suka maupun duka yang sudah kami lewati berdua. Walaupun aku adalah seorang cewek yang tomboi namun aku juga punya sisi kelembutan dan setia terhadap suatu persahabatan. Mengenai persahabatan, aku adalah orang yang mudah bergaul begitu juga kekasihku Rian. Kami berdua memiliki kesamaan hampir disetiap kegemaran. Rian adalah orang yang mudah bergaul oleh siapapun tanpa memandang dari kalangan apa ia berasal. Jadi, teman Rian merupakan temanku juga. Begitula kami memandang kehidupan yang penting easy going dan enak untuk dijalani bersama.
Setelah beberapa menit diatas motor akhirnya sampai juga disekolah tercintaku. Sekolah yang mempertemukan aku dengan Rian. Sekolah negeri yang memiliki bangunan yang sudah tua yang sebagian dari gedung sekolah direnovasi karena tidak layak lagi untuk digunakan. Aku heran kenapa seorang Adrian Sutama Putra mau sekolah ditempat seperti ini, padahal dari segi ekonomi Rian orang yang mampu bisa sekolah ditempat yang lebih mahal. Dan tiap kali aku bertanya ke Rian pasti dia akan menjawab sekolah dimanapun itu tetap sama katanya. Didepan gerbang sekolahku, saat ini aku sudah ditunggu oleh teman-temanku seperti biasa mereka pasti akan khawatir kepadaku. Padahal percuma saja kalau aku sudah sabuk biru karate tapi tetap saja dikhawatirkan.
Inilah teman-temanku yang selalu setia bersamaku pada saat susah dan senang.
“Eh nona Embun, masih telat terus kapan on timenya?” tanya Elsa
            “Maaf nona Elsa Beuty, seperti biasa tukang ojekku telat lagi!” jawabku
Yang lainnya hanya cengar-cengir tidak karuan. Dan si tukang ojek yang kubilang tadi, pasrah-pasrah saja menghadapi sikapku yang lagi ngedumel seperti ini.
“Sabar yah Rian, Mis. Alex alias Embun sedang merajuk tuh makanya sekarang ngedumel nggak jelas kayak sekarang katanya anak karate tapi sayangnya suka ngedumel sama pacarnya”. Tambah Yayu.
“ hehehehhehhe udah biasalah, yang penting  tetap sayang kok akunya sama dia”.        Balas Rian.
“cieciecieeeeeeee”. Sahut Yayu, Elsa, Armi dan Ulan hampir bersamaan.
            Ini dia sahabatku yang paling perhatian diantara ketiga sahabatku lainnya namanya Elsa Dewina, orangnya manis dan baik selalu perhatian dengan sahabat-sahabatnya. Temanku yang lainnya bernama Armi, Ulan, dan yayu. Kami lima bersahabat sejak SMP kami selalu memutuskan untuk melanjutkan sekolah ditempat yang sama dengan alasan tidak ingin pisah. Kami berlima berbeda kelas kalau aku kelas dua belas IPA2 bersama dengan Elsa. Armi dan Ulan dua belas IPA3, serta Yayu dua belas IPA1 sekelas dengan Rian. Tapi, setiap jam istirahat kami selalu bersama begitu juga dengan Rian tidak heran jika teman Rian menjadi kekasih dari sahabatku contohnya Elsa.
            Belpun berbunyi, pertanda bahwa ujian akan segera dilaksanakan. Aku berserta sahabatku dan Rian bergegas keruangan yang sudah ditentukan. Dua jam sudah berlalu tinggal menunggu hasil akhirnya saja. Aku dan Rian memutuskan untuk langsung pulang kerumah untuk beristirahat karena sorenya aku dan Rian ingin keluar kesuatu tempat kesukaan kami. Sore itu, Aku dan Rian  sudah berada dipantai serang menunggu langit senja yang Rian sukai. Awalnya Aku tidak suka senja karena menurutku buang-buang waktu saja tapi setelah bersama dengan Rian aku menyukainya dan sangat menyukainya. Setiap kegalauanku, aku selalu menyempatkan diriku untuk kesini menenangkan diri setelah kepergian ayahanda tercinta.
            Dipantai serang ini terdapat jembatan kayu yang sudah tua dan disekitarnya terdapat hamparan laut serta tembakau yang hijau. Dari jembatan ini kita dapat melihat gunung dari kejauhan serta area persawahan para penduduk sentuhan kehijauan dan kesejukan dapat kita rasakan ketika hembusan angin halus yang tertiup. Dan ketika itu pula, Rian mengatakan segala sesuatu yang ingin dia katakan. Mengatakan hal-hal yang berbau romantisme, Aku hanya bisa membalas dengan anggukan kepalaku menandakan kesetujuanku terhadap perkataan Rian kepadaku. Semua akan indah jika aku bersama Rian dan Aku berpikir bahwa hubungan kami akan mengarah pada keseriusan kami berdua. Walaupun, banyak yang aku pikirkan saat itu Aku bisa bersanding dengan seorang seperti Rian adalah nyata atau hanya alam mimpiku saja. Aku dan Rian sangatlah berbeda amat berbeda, Aku dengan Rian bagaikan langit dan bumi yang tidak akan pernah bersatu sekeras apapun usahanya. Namun, Rian selalu meyakinkan diriku kalau itu semua adalah perasaanku saja yang sedang kebingungan.
.......
            Hari pengumuman kelulusanpun akhirnya tiba, hal yang menjadi penentu perjuangan kita selama tiga tahun bersekolah dan akan menyandang status mahasiswa tapi tidak bagiku karena setelah lulus aku akan mendaftarkan diriku sebagai seorang polwan betul sebagai seorang polwan. Acara penamatan sudah dimulai, aku duduk dibarisan paling depan bersama dengan keempat sahabatku menunggu hasil yang keluar dan pengumuman sepuluh siswa siswi terbaik. Dan hal-hal yang ditunggu akhirnya tiba pengumuman kelulusan dan siswa siswi terbaik, Yayu dan Elsa masuk sepuluh besar terbaik kami berlima langsung bersorak kegirangan begitu pula dengan Rian beserta teman-temannya dan siswa siswi SMA 1 Duampanua akhirnya dinyatakan lulus seratus persen. Ijazah sudah ada ditangan tinggal kita menetukan nasib kita selanjutnya.
“Hari terulangnya kembali kenangan
Hari yang menceritakan sejarah
Mengawali dengan cinta....
Jalani dengan kasih.....
Akhiri dengan sayang....”

            Dalam kegembiraan, Aku sempat khawatir dengan hubunganku bersama Rian. Setelah lulus pastinya kami akan memilih jalan kesuksesan kita sendiri, Rian akan melanjutkan kuliahnya difakultas kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Walaupun, akses kami untuk bertemu dekat namun pasti jarang ada waktu untuk bertemu karena disibukkan dengan urusan masing-masing. Sekuat mungkin prasangka itu aku hilangkan karena takut itu hanya akan menjadi beban pikiran diriku dan Rian.
            Seiring berjalannya waktu sudah enam bulan berlalu dan selama enam bulan itu juga komunikasiku dengan Rian tetap berjalan. Rian sudah menjadi mahasiswa sekarang dan difakultas yang ia inginkan sedangkan diriku masih menunggu pemanggilan tes selanjutnya dan ini merupakan tes terakhirku untuk menjadi seorang polwan. Tinggal satu tes lagi dan ini membuatku semakin bersemangat untuk mencapai itu semua. Para sahabatku juga sudah mendapatkan apa yang mereka inginkan yaitu menjadi seorang mahasiswa. Elsa menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Makassar fakultas biologi pendidikan, Armi juga kuliah ditempat yang sama dengan Elsa namun berbeda jurusan. Armi jurusan bahasa inggris pendidkan begitu pula dengan Ulan mereka dijurusan yang sama. Dan sahabatku yang terakhir Yayu dia melanjutkan  kuliahnya di Yogyakarta Universitas Gadjah Mada jurusan managemen. Diantara kami berlima Yayulah yang otaknya lebih encer, Aku juga heran kenapa bisa padahal kami berlima sering belajar bareng sewaktu SMA.
            Kenangan kemarin sungguh menyenangkan jika diingat dan mengingat sang kekasih pujaan hatiku. Aku rindu bersama bintang yang tak dapat lagi kulihat sinarnya ketikaku direngkuk oleh permasalahan duniawi. Setelah beberapa minggu menunggu dan telah melakukan segala rangkaian tes masuk polwan sudah kujalani akhirnya hari ini aku mendapatkan kepastian tentang kelulusanku. Aku berlari disepanjang koridor asrama Polda Sulsel menuju papan informasi yang sudah ditempelkan hasil kelulusan. Setelah sampai, aku langsung menyerobot para kerumunan para siswa yang ingin melihat nama mereka terpampang atau tidak dikertas tersebut. Perjuangan yang begitu melelahkan karena harus melewati ratusan siswa yang memiliki cita-cita seperti diriku, tapi aku tetap ingin menerobos kerumunan tersebut dan akhirnya aku sudah sampai kepapan informasi tersebut. Aku mencari namaku didaftar tersebut dan akhirnya aku mendapatkan namaku terus aku melihat deret kesamping untuk melihat aku lulus atau tidak. Setelah aku mengerak tanganku kearah kanan dan berhenti aku terkejut tidak percaya melihat kata TIDAK LULUS.
            Aku berjalan mundur kebelakang meninggalkan papan informasi itu dan meninggalkan kerumunan yang semakin lama semakin banyak. Aku memutuskan untuk langsung pulang kekampung halamanku dikota pinrang kota dimana aku dilahirkan. Setelah sesampainya dirumah, aku langsung masuk kedalam kamar tanpa bercengkrama terlebih dahulu dengan sanak saudara yang baru saja datang dari Samarinda. Melihat sikapku seperti itu ibuku langsung kaget kenapa anaknya berperilaku tidak sopan begitu.
            Ibu mengetuk pintu kamarku yang sudah kubanting sebelum aku memasuki kamar peraduanku. Dikamar ini aku menangis sejadi jadinya, aku seperti orang yang sudah tidak memiliki harapan lagi karena apa yang aku inginkan tidak terwujud. Pengorbananku sia-sia dan aku juga memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan keinginanku. Aku juga memutuskan untuk tidak kuliah karena menurutku hanya buang-buang waktu dan biaya lagi, karena aku juga sudah bosan untuk terikat oleh pendidikan formal. Karena yang aku pikirkan hanyalah menjadi seorang polwan aku tidak menginginkan apa-apa selain menjadi seorang polisi wanita. Selama tiga bulan aku mengurung diriku dirumah tidak ingin melakukan apa-apa, apalagi sampai dilihat orang, aku sudah merasa kecewa teramat sangat belum bisa menerima ini semua. Dan selama tiga bulan juga aku tidak pernah berkomunikasi dengan sahabat-sahabatku termasuk Rian. Aku sengaja menghindari mereka aku malu melihat mereka yang sudah menggapai keinginan mereka sedangkan aku tidak mendapatkan apa-apa..
            Setelah lamanya aku mengurung diri dirumah, akhirnya aku memutuskan untuk mencari kesibukan entah itu membantu ibu dan saudara laki-lakiku untuk mengurusi pabrik penggilingan beras. Usaha yang tetap keluargaku jalankan sepeninggalnya ayahku. Aku membantu mengangkat beras yang sudah digiling dan mengangkat gabah padi yang masih gatal. Menjemurnya dipelataran pabrik dengan kaki telanjang diteriknya matahari dan sampaii hari itu juga aku tidak pernah menghubungi Rian ataupun sahabat-sahabatku. Walaupun pernah Elsa menelpon dan mengirimkan massage kepadaku, namun aku tidak pernah membalas ataupun berniat untuk menelponnya. Kabar terakhir yang kudapatkan bahwa Rian sekarang ditugaskan ke Sorong untuk praktek kedokterannya, aku sangat merindukan dirinya namun aku tak sanggup, aku malu jika aku harus bertemu dengan dirinya terutama sahabat-sahabatku.
            Dua tahun sudah berlalu aku tetap sama dengan pekerjaan yang sama pula. Tetap setia dengan pabrik berasku, masih tetap aku dan saudaraku yang mengurusnya bisa dikatakan bahwa dari pabrik inilah kami bisa menghidupi kebutuhan keluarga. Selama dua tahun pula aku tak pernah mengetahui kabar Rian dan sahabat-sahabatku, aku menjadi pribadi yang  tertutup dan jarang mau bercengkrama dengan orang-orang disekitarku. Ibu dan saudaraku sudah kehilangan akal untuk membangkitkan kembali semangat dalam kehidupanku dan ketika itu aku ingat tempat yang bisa membangkitkan kembali semangatku pantai serang. Sore itu aku memutuskan untuk pergi kepantai serang itu, aku kembali mengingat masa-masa SMA dahulu. Aku pergi kejembatan ditempat yang menjadi kegemaranku dengan Rian namun saat ini aku hanya pergi dengan seorang diri hanya seorang diri, tanpa Rian tanpa siapapun. Dijembatan tua ini menjadi saksi kekecewaanku terhadap kehidupan dan terhadap ketidakadilan yang menimpaku, dijembatan ini menjadi saksi kemarahanku. Kuluapkan segala beban yang ada didada tanpa aku sadari, aku tidak bisa mengendalikan emosiku dan pikiranku saat kalap tidak bisa menguasai emosi yang tertumpah begitu saja sehingga aku memutuskan untuk menaiki pagar jembatan dan duduk diatasnya. Dari bawah aku melihat gulungan ombak laut serang, aku dapat merasakan kekuatan hentakan ombaknya dari getaran yang ditimbulkan jembatan tua itu. Pikiranku saat itu kacau, penglihatanku kosong dan pikiranku melayang dan tanpa sadar aku akan menjatuhkan diriku kedalam laut. Tapi, aku merasa ada yang memegang tubuhku erat sangat erat. Aku hanya bisa diam dan pandanganku menjadi gelap.
........
            Aku terbangun dan melihat disekelilingku penuh dengan bunga, aku sempat berpikir apakah aku berada ditaman bunga? Tempat ini sangat indah penuh dengan cahaya putih. Tanpa aku sadari, aku mengenakan gaun yang indah dan didekat air mancur aku melihat seorang bapak-bapak berumur sekitar empat puluh tahun keatas sedang duduk dengan sumringah aku lantas menghampiri bapak tersebut untu menanyakan jalan pulang kerumah. Betapa terkejutnya diriku ketika melihat bapak-bapak itu adalah ayahku, aku langsung memeluk ayahku itu dan kutumpahkan segala emosi yang ada pada diriku dan ketika itu pula dia meninggalkan aku dengan isak tangis yang teramat sangat. Aku mengejar ayahku namun tidak bisa, aku kehabisan tenaga utuk mengejar sehingga aku memutuskan untuk berteriak memanggilnya ayah dan akupun terbangun dari tidurku teryata semuanya adalah mimpi. Aku melihat sekeliling aku berada didalam kamarku, aku mencoba mengingat kejadian terakhir aku berada dijembatan terus mengapa aku bisa berada disini. Ibuku masuk kekamar sambil berlari beserta dua orang laki-laki yang berbeda usia dan masih banyak yang lainnya. Ibu duduk disamping tempat tidurku dan memberikan segelas air putih dan seorang laki-laki mendekatiku secara perlahan.
“Bagaimana keadaanmu saat ini Embun? Mengapa kamu sampai senekat itu untuk melompat kelaut? Rian bertanya dengan khawatir.
“aku tidak ingat, tidak usah dipertanyakan lagi. Aku capek mau istirahat kapan kau tiba dipinrang? Tanyaku acuh.
“kemarin aku tiba, aku sengaja tidak ingin memberitahukanmu karena ingin memberikan kejutan buatmu”.
“Terus, kenapa kau bisa tau kalau aku ada dipantai?”
“aku datang kerumahmu, dan ibumu bilang kamu ada dipantai jadi aku langsung menyusulmu. Dan sesampainya aku disana, aku melihat kau menaiki pagar jembatan aku kalut dan langsung menarikmu dan kaupun pingsan”. Terang Rian
Hal yang tak kuduga Rian datang ketika aku sedang dalam kegaluanku. Malu aku melihat dirinya  yang saat ini terlihat dekat dan sangat dekat dengan diriku. Aku mengira dua tahun ini aku tidak akan bisa menemuinya lagi dengan kondisiku saat ini, seorang wanita yang tidak dapat meraih cita-citanya dan hanya bekerja meneruskan usaha orang tua yaitu usaha pabrik. Aku merasa tak lagi pantas untuk menjalin hubungan dengan Rian, aku dengan dirinya bagaikan langit dan bumi yang tidak akan pernah menyatu.
“kapan kau akan kembali ke Sorong?” tanyaku dingin.
“aku sudah selesai di Sorong seminggu lagi aku akan ke jogja, disana aku akan praktek tugas kuliahku lagi. Aku kesini karena merindukanmu dan mengkhawatirkanmu, setiap kali aku menghubungimu tidak pernah kau angkat, setiap kali aku mengirimkanmu pesan tapi tidak pernah sedikitpun kau membalasnya. Apakah kamu sengaja menghindari aku? Ada apa sebenarnya Embun?” tanya Rian dengan mata nanarnya.
“tidak ada apa-apa Rian, aku hanya ingin menyendiri”.
“apa? ingin menyendiri katamu? Tidak mungkin selama dua tahun kau ingin menyendiri, kau hanya berbohong Embun. Aku tahu semuanya Embun. Kau sengaja menghindari aku dan keempat sahabatmu. Ada apa denganmu?
Aku tidak menjawab semua pertanyaan Rian. Aku hanya diam aku takut jika dia tahu kalau aku memang sengaja untuk menghindari mereka. Dia menceritakan semuanya kejadian yang telah menimpaku. Mulai dari tidak lulusnya diriku dikapolda sampai kehidupanku saat ini yang kusebut dengan antah berantah yang tak tentu arahnya. Setalah malam itu, aku kembali menutup diri kepada semua orang. Dan malam itu, aku tidak tahu apakah aku masih mencintai Rian atau tidak karena bagiku dia sudah tidak mendukungku lagi. Tidak berdiri dibelakangku lagi, tapi setelah malam itu juga Rian masih tetap datang dan terus datang hingga hari itupun tiba. Dia akan ke yogyakarta untuk melanjutkan tugas kuliahnya dan akan lama aku menuggunya kembali.
......
Aku bingung tentang hubunganku dengan Embun, kemana aku harus mencurahkan segala rasa ini. Aku sekarang sudah di Jogja tapi pikiranku selalu ke Embun. Aku duduk terdiam diatas mobil bus sambil melihat keluar jendela, melihat keramaian jogja yang merupakan gambaran negeri sakura Jepang yang bersih. Sejenak aku terdiam agak lama, aku mengambil ponsel disaku celanaku dan memeriksa menu kontak mencari nama yang tidak asing lagi. Akhirnya aku dapatkan nama itu, Yayu dia mungkin akan tahu caranya untuk memahami sikap Embun karena diantara lima bersahabat Yayulah yang cukup dewasa menanggapi sikap para sahabatnya yang terkadang seperti anak kecil. Aku menekan tombol call pangilanku masuk, setelah beberapa detik akhirnya aku mendengar suara diseberang sana. Suara yang lembut khas dengan logat Jawa yang sopan,  aku kaget dengan perubahan Yayu logat Bugisnya sudah tertutupi.
“hallo, Assalamualaikum !
“waalaikum salam ! jawabku terbata.
“iya dengan siapa ? tanya yayu
“ heheheeh ternyata kamu sudah lupa denganku yayu” jawabku lagi
“oh... ternyata Mr. Populer yah? Mana mungkin bisa aku lupa denganmu Rian apa  kabar ?
“baik, oh iya Yayu aku sekarang ada di Jogja bisa ketemu tidak ada yang ingin kubicarakan.” Akuku terus terang.
“oh iya bisa kapan? Tentang apa sepertinya penting sekali? Tanyanya penasaran
“tentang Embun”.
Setelah mendengar nama Embun, Yayu langsung mengiyakan semua ajakanku untuk bertemu dan berbicara. Setelah sampai di hotel, aku langsung meminta izin ke seniorku untuk keluar bertemu dengan sahabat lama perizinanku diterima. Selama tiga puluh menit, aku menunggu Yayu di sebuah cafe dan seseorang yang ditunggupun akhirnya datang juga. Ternyata Yayu banyak berubah sudah memakai jilbab dan wajahnya masih saja tampak manis tapi tidak semanis Embunku. Yayu juga sudah berjilbab rupanya, ternyata wanita muslim itu cantik jika mengenakan hijab mereka beda dengan wanita yang nonmuslim jarang yang kudapatkan cantik secara alamiah. Walaupun, aku bukan beragama islam tapi pengetahuanku tentang islam cukup banyak karena Embun dan teman semasa SMAku selalu memberikan pengetahuan tentang islam kepadaku yang jarang ku ketahui selain agama kristiani contohnya saja mengucapkan salam dan menjawab salam orang islam seperti yang kulakukan tadi.
Setelah dua jam lamanya aku menceritakan tentang Embun kepada Yayu. Yayu sangat kaget dengan ceritaku. Yayu memberikan semua nasehat atau wejangan kepadaku untuk tetap sabar dan bersikap ikhlas serta selalu mengerti keadaan Embunku itu. Setelah pertemuan pertamaku dengan Yayu, kamipun sering bertemu untuk sekedar bertukar cerita karena aku di Jogja sekitar sebulan lebih lamanya. Bicara dengan Yayu sungguh nyaman orangnya dewasa sekali, beruntunglah kekasihnya mendapat sesosok perempuan seperti Yayu. Sempat aku mengutarakan niatku untuk melamar Embun dan meminta saran kepada Yayu. Yayu agak sedikit kaget dengan pernyataanku itu, dia mengatakan aku harus menjadi seorang Muallaf jika ingin menikahi Embun yang beragama Islam karena pernikahanku tidak sah dimata Tuhannya mereka. Tapi, tidak semudah itu bagiku melepaskan agamaku dan berpindah keagama lain. Apakah ini pertanda bahwa aku dan Embun tidak dapat bersatu. Tapi aku hilangkan prasangka buruk itu dan tetap terus membayangkan masa depanku bersama Embun. Selama tugasku di Jogja, Embun masih susah untuk aku hubungi.
Sebulan berlalu, aku akan meninggalkan Kota Pelajar ini. Akupun berpamitan dengan Yayu. Sungguh bahagia melihat Yayu dengan kekasihnya selalu akur dan saling mendewasakan satu sama lainnya. Aku akan kembali ke Makassar untuk membuat laporan pengamatanku selama sebulan di Jogja dan pastinya tidak jauh-jauh dari ilmu kesehatan. Setelah sampai, akupun beristirahat di rumah kontrakanku yang tidak jauh dari kampusku baru beberapa menit aku merebahkan diri di kasur usang namun tetap nyaman bagiku. Aku mendapatkan sebuah SMS dari seseorang yang aku sayangi yaitu Embun.  
Rian, apa kabar ? Aku minta maaf karena tidak pernah membalas telepon ataupun  message darimu karena aku sedang memperbaiki semuanya dari awal. Aku ingin seperti dulu lagi tapi dengan Embun yang berbeda. Aku ingin bertemu denganmu, kapan kau bisa kekampung?
Setelah mendapat pesan itu akupun langsung gembira dan akupun membalasnya.
Iya sayang, untuk dirimu aku pulang kekampung karena aku juga sudah merindukan dirimu. Dimana kita akan bertemu?
Setelah beberapa menit menunggu akhirnya balasan dari Embunpun tiba. Dia ingin kalau aku bertemu dengannya di tempat kegemaran kami yaitu pantai serang. Aku lantas mengiyakan keinginannya. Setelah komunikasi lewat pesan singkat itu, apa yang harus ku bicarakan dengan Embun ketika bertemu nanti. Aku sekarang berdiri tegak diatas jembatan tua yang selalu menjadi tempat favotitku dengan Embun. Lima belas menit aku menuggu akhirnya orang yang kusayang datang, tapi dengan raut wajah yang murung. Aku menyambutnya dengan senyum sumringahku aku sempat ingin memeluknya tapi dia mendorongku seketika itu juga. Aku heran apa yang terjadi dengan Embun.
“ maaf Rian kita harus mengakhri hubugan kita”. Katanya dengan suara lirih
“maksud kamu apa Embun”? jawabku bingung
“kita harus putus”.
“tapi kenapa? Apa yang salah dariku?
“kita tidak bisa bersatu. Aku denganmu berbeda Rian”.
“apakah masalah agama yang kau permasalahkan?”
“keluarga tidak setuju dengan hubungan kita, mereka kira selama ini kita hanya sebatas sahabat tidak lebih.”
“tapi, aku ingin hidup denganmu aku ingin melamarmu Embun. aku akan menjadi muallaf kalau kau inginkan saat ini juga.”
“maaf Rian urungkan niatmu untuk melamarku”.
“tapi kenapa? Berikan kepadaku alasan yang logis agar aku dapat menerimanya”.
“aku akan menikah besok Rian, dan aku ingin kau datang melihat pernikahanku. Aku sudah dilamar orang lain dan orang tuaku menerimanya akupun setuju.”

Mendengar itu semua, aku bagaikan disambar petir seketika. Hatiku remuk bagaikan pedang yang menghujamku secara bertubu-tubi mencekoki seluruh raga. Aku hanya diam tanpa kata dan Embunpun meninggalkanku untuk selamanya. Langit jingga itu yang menjadi saksi kehancuran perasaanku seketika itu juga. Cintaku tenggelam diufuk barat, dan besok menjadi pagi yang akan membahagiakan untuk Embun. Aku memutuskan untuk menghadiri pernikahannya Embun aku melihat Embun sangat bahagia dari kejauhan. Dia cantik sekali dengan busana Jawanya. Aku naik kesinggasananya Embun dan berjabat tangan dengan mempelai prianya setelah itu aku berjabat tangan dengan Embun. Aku menatap Embun dengan lirih tapi aku tetap memberikan senyuman terakhir. Aku melangkah dengan tenang melewati Embun tak terasa peluhpun menetes di kedua pipiku, aku mengusapnya agar tidak terlihat oleh siapapun yang hadir dipesta pernikahan Embun. Disana aku melihat banyak sahabatku waktu jaman SMA dulu, mereka semua menepuk pundakku tanda memberikan semangat bagiku. Aku duduk diantara mereka sambil melihat diatas baruga pelaminan Embun dan suaminya sangat cantik dia terlihat hari ini tapi sayang dia bukan milikku secara nyata.
Sore ini aku diatas jembatan yang telah tua memandang jauh ke hamparan birunya laut dan birunya langit dan aku tersadar. Diriku dan Embun sangat jauh berbeda bagaikan langit dan bumi yang tidak akan pernah bisa untuk disatukan bahkan bumi inipun menolak perjalanan kisahku dengan Embun. Hari itu aku putuskan beserta dengan keluargaku untuk tidak menetap dikampung itu lagi. Aku dan keluargaku memutuskan untuk pindah ke Jakarta menyusul ayahku disana dan memulai semua dari awal lagi. Memulai dari lingkungan yang baru, tempat kuliah yang baru, dan kisah cinta yang baru jika Tuhan mengabulkan doaku.
Selamat tinggal kenangan
Selamat tinggal kebahagiaan
Selamat tinggal Embun Zivanatul Syifa.
Semoga kau bahagia dengan dia!

Pada langit yang semakin gelap kutawarkan secercah harapan pada dia yang terkasih, jagalah ia dalam kebahagiaan dan kehidupan yang pasti menaunginya. Aku hanya dapat berdoa  bahwasanya dia akan behagia walau tak bersamaku lagi. Pada langit senjaku yang menjadi lambang kepasrahan dan keikhlasanku melepas dia sang terkasih”

THE END




           

            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar